Pola Belanja Pemerintah Tentukan Pertumbuhan Ekonomi

21-08-2017 / KOMISI XI
Pola belanja pemerintah dinilai bisa tentukan pertumbuhan ekonomi ke depan. Sementara pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2018 yang dipatok 5,4 persen, bertumpu pada konsumsi masyarakat, investasi, dan kinerja ekspor impor. Namun, saat bersamaan masih ada risiko yang perlu dihadapi.
 
 
“Jika kita lihat pertumbunan ekonomi triwulan-II 2017 sebesar 5,01 persen yang ditopang paling besar oleh pengeluaran pemerintah, maka bisa disimpulkan bahwa pola belanja pemerintah akan sangat menentukan pertumbuhan ekonomi ke depan. Kalau berharap banyak pada konsumsi masyarakat kita masih terancam oleh rendahnya daya beli. Lalu, kalau berharap pada ekspor, maka ancaman proteksionisme perdagangan dan lemahnya harga-harga komoditas global masih akan menjadi ganjalan yang besar,” papar Heri Gunawan dalam rilisnya, Senin (21/8/2017).
 
 
Menurut Anggota Komisi XI DPR ini, tiga tumpuan pemerintah untuk mendukung angka pertumbuhan tersebut berhadapan pula dengan tiga risiko yang sedang dihadapi. Daya beli yang turun karena lesunya perekonomian, proteksionisme perdagangan, harga komoditas yang masih lemah, serta investasi yang proporsinya masih di bawah 40 persen dari PDB. Pertumbuhan ekonomi triwulan-II 2017 sebesar 5,01 persen juga memperlihatkan bahwa pertumbuhan itu masih ditopang oleh pengeluaran pemerintah sehingga masih lebih bersifat konsumtif.
 
 
Inflasi yang 3,5 persen, sambung Anggota F-Gerindra itu, sangat berhubungan kuat dengan daya beli masyarakat. Faktor yang mempengaruhi inflasi salah satunya adalah daya beli. Sementara soal stabilitas harga bahan pokok juga harus menjadi perhatian pemerintah. Dari data inflasi yang ada, faktor yang paling berpengaruh adalah naiknya bahan kebutuhan pokok seperti cabe, beras, dan lain-lain.
 
 
Heri berpandangan, kunci pertumbuhan ekonomi adalah seberapa besar masyarakat bisa punya daya beli yang kuat. “Tanpa itu, maka pemerintah tak bisa berharap banyak. Sebab, pemerintah tidak bisa berharap banyak dari ekspor dengan adanya proteksionisme perdagangan besar-besaran dan masih lemahnya harga komoditas global,” seraya menambahkan, “Pertumbuhan ekonomi ke depan musti mampu memecahkan masalah ketimpangan yang saat ini sudah pada tahap lampu kuning.”
 
 
Kini, indeks gini sudah mencapai 0,39. Artinya, selama ini pertumbuhan ekonomi (pendapatan nasional) sepertiganya dikuasai oleh 1 persen orang saja. Pemerintah diimbaunya tidak boleh ragu turun tangan dan membantu pertumbuhan ekonomi untuk segera keluar dari middle income trap. Ekonomi tidak harus seluruhnya diserahkan ke negara. “Bila swasta sudah ada yang kuat, ya silakan. Tapi, harus ada beberapa hal di ekonomi kita yang tidak bisa diserahkan ke swasta, minimal diatur secara ketat oleh pemerintah. Ekonomi harus untuk rakyat, bukan rakyat untuk ekonomi,” ucapnya. (mh,mp) foto: Husen/od.
BERITA TERKAIT
Lonjakan Kenaikan PBB-P2 Dampak Pemangkasan DAU dan Tuntutan Kemandirian Fiskal
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Amin Ak menyoroti lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)...
Pidato Ambisius Presiden Harus Menjadi Nyata, Realistis, Terukur, dan Berpihak kepada Rakyat Kecil
18-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya mendukung penuh target ekonomi Presiden Prabowo 2026...
Ekonomi Global Tak Menentu, Muhidin Optimistis Indonesia Kuat
15-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Makassar - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi global yang utamanya dipicu konflik di berbagai belahan dunia,...
BI Harus Gencar Sosialisasi Payment ID Demi Hindari Misinformasi Publik
14-08-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Balikpapan — Peluncuran Payment ID sebagai identitas tunggal transaksi digital terus disorot. Meskipun batal diluncurkan pada 17 Agustus 2025...